KODE
ETIK PROFESI KEGURUAN
MAKALAH
Disampaikan
dalam Seminar Kelas Mata Kuliah Etika Profesi Keguruan Semester 4 Fakultas
Tarbiyah dan Keguruan
Oleh Kelompok 2
Muh. Ikhlasul Amal
Nirwana Surur
Muh. Junaedi
Arman Dahlan
Dosen Pembimbing
Fatimah HS., S.Pd., M.Pd.I
FAKULTAS
TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN
AGAMA ISLAM
UIN
ALAUDDIN MAKASSAR
2014
KATA
PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan
kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa kami haturkan shalawat
dan salam kepada junjungan Nabiyullah Muhammad Saw.
Makalah yang berjudul “ Kode Etik
Profesi Keguruan ” ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan Etika Profesi
Keguruan pada jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan,
UIN Alauddin Makassar.
Pada kesempatan ini, penulis
mengucapkan terima kasih kepada pihak–pihak yang telah berperan dan membantu
menyelesaikan makalah ini. Diantaranya:
baik yang bersifat materil maupun non materil
1. Ibu
Fatimah HS., S.Pd., M.Pd.I yang telah membimbing dan memberikan tugas makalah
ini sebagai kewajiban mahasiswa dalam perkuliahan.
2. Kepada
Orang Tua yang telah memberikan doa, bantuan, dan dorongan.
3. Kepada
teman-teman anggota kelompok 2 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, kami
ucapkan terima kasih banyak. Semoga semua bantuan yang diberikan mendapat
pahala disisi Allah swt.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini
masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan
saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan.
Samata, 20 Maret 2014
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ........................................................................... i
DAFTAR ISI .......................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN .…………………………………………… 1-2
A.
Latar belakang ......................................................................... 1
B.
Rumusan masalah …..………………………………….……. 2
C.
Tujuan penulisan ……..……………………………..……..... 2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………..……….. 3-10
A. Pengertian Kode Etik Profesi Keguruan……………………. 3-4
B.
Tujuan Kode Etik
Profesi Keguruan……………………….. 4-6
C.
Fungsi Kode Etik
Profesi Keguruan……………………….. 6
D.
Kode Etik
Profesi Keguruan……………..……………….... 6-9
E.
Penetapan Kode
Etik Profesi Keguruan…………………… 9-10
F.
Sanksi
Pelanggaran Kode Etik Profesi Keguruan………….
10
G.
Undang-undang
tentang Kode Etik Profesi Keguruan…….
11-17
BAB III PENUTUP ………………………………………………. 18
a. Kesimpulan…………………………………………………. 18
b. Saran ……………………………………………………….. 18
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 19
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Dalam dunia
kedokteran sudah lama dikenal adanya kode etik dokter, dalam dunia jurnalistik
ada kode etik jurnalistik,dan lain-lain, yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk
menjaga dan mempertahankan kemurnian profesi masing-masing. Begitu juga guru
sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan memiliki kode etik, dikenal
dengan “kode etik Guru Indonesia”. Kode etik ini dirumuskan sebagai hasil
Kongres PGRI ke- XIII pada 21-25 November 1973 di Jakarta.
Guru adalah tenaga
profesional dibidang kependidikan yang memiliki tugas mengajar, mendidik, dan
membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berpribadi (pancasila). Dengan
demikian, guru memiliki kedudukan yang sangat penting dan tanggung jawab yang
sangat besar dalam menangani berhasil atau tidaknya program pendidikan. Kalau
boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atau buruknya suatu bangsa di masa
mendatang banyak terletak di tangan guru.
Sehubungan
dengan itu maka guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman atau kode
etik guru agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi
pedoman baginya untuk tetap profesional (sesuai dengan tuntunan dan persyaratan
profesi) setiap guru yang memegang
keprofesionalnnya sebagi pendidik akan selalu berpegang pada kode etik guru.
Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi
itu sendiri.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan
latar belakang tersebut maka penulis dapat merumuskan bahwa :
a.
Apa
pengertian kode etik profesi keguruan?
b.
Apa
tujuan dan fungsi kode etik keguruan?
c.
Bagaimana
kode etik guru di Indonesia?
d.
Bagaimana
penetapan kode etik profesi keguruan?
e.
Apa
sanksi pelanggaran kode etik profesi keguruan?
f.
Bagaimana
isi Undang-undang mengenai Kode Etik Profesi Keguruan?
C.
Tujuan Penulisan
a.
Untuk
mengetahui pengertian kode etik profesi keguruan.
b.
Untuk
mengetahui tujuan dan fungsi kode etik keguruan.
c.
Untuk
mengetahui kode etik guru di Indonesia.
d.
Untuk
mengetahui penetapan kode etik profesi keguruan.
e.
Untuk
mengetahui sanksi pelanggaran kode etik profesi keguruan.
f.
Untuk
mengetahui isi undang-undang profesi keguruan.
BAB II
PENDAHULUAN
A.
Pengertian Kode Etik Profesi Keguruan
Secara harfiah
“kode etik” berarti sumber etik. Etik artinya tata-susila ( etika ) atau
hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan.
Jadi kode etik guru diartikan aturan susila keguruan. Maksudnya aturan-aturan
tentang keguruan ( yang menyangkut pekerjaan guru ) dilihat dari segi susila.
Maksud kata susila adalah hal yang berkaitan dengan baik menurut
ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. Dalam hal ini kesusilaan diartikan
sebagai kesopanan, sopan santun dan keadaban. Menurut Westby kode etik ( guru )
dikatakan sebagai statement formal yang merupakan norma ( aturan tata susila)
dalam mengatur tingkah laku guru. Sehubungan dengan itu maka tidaklah terlalu
salah kalau dikatakan bahwa kode etik guru merupakan semacam penangkal dari
kecenderungan manusiawi seorang guru yang ingin menyeleweng. Kode etik guru
juga merupakan perangkat untuk mempertegas atau mengkristalisasi kedudukan dan
peranan guru serta sekaligus untuk melindungi profesinya.[1]
Kode etik profesi
adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan
dalam kehidupan sehari – hari. Suatu profesi dilaksanakan oleh profesional dengan
menggunakan perilaku yang memenuhi norma – norma etik profesi. Kode etik adalah
kumpulan norma – norma yang merupakan pedoman perilaku profesional dalam
melaksanakan profesi. Kode
etik guru adalah suatu norma atau aturan tata susila yang mengatur tingkah laku
guru.[2]
Menurut
UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 28 UU ini menjelaskan
bahwa “PNS mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan
perbuatan di dalam dan di luar kedinasan”. Dengan adanya ini PNS mempunyai
pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam
pergaulan hidup sehari-hari.
Dalam
pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai ketua umum PGRI menyatakan
bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah
laku guru dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.[3]
B.
Tujuan Kode Etik Profesi Keguruan
Pada
dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk
kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum
tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan S, 1979):
1.
Untuk
menjunjung tinggi martabat profesi. Dalam hal ini kode etik dapat menjaga
pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai
memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya,
setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau
kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap
dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut kode kehormatan.
2.
Untuk
menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya. Yang dimaksud
kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun
kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para
anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para
anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan
para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium
anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang
mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan
rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode
etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk
melaksanakan profesinya.
3.
Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Tujuan lain kode etik dapat juga
berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para
anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik
merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam
menjalankan tugasnya.
4.
Untuk
meningkatkan mutu profesi. Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga
memuat norma-norma dan anjuran agar para anggora profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5.
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi. Untuk meningkatkan mutu organisasi
profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif
berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang
dirancang organisasi.
Dari
uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik
adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara
kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan
meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
C.
Fungsi Kode Etik Pofesi Keguruan
Susan
Zanti dan Syahmiar Syahrun (1992) secara spesifik mengemukakan empat fungsi
kode etik guru bagi guru itu sendiri. Keempat fungsi kode etik tersebut
sebagai berikut.
1.
Agar
guru terhindar dari penyimpangan profesi, karena sudah adanya landasan yang
digunakan mereka sebagai acuan.
2.
Untuk
mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja dan masyarakat, jabatan
profesi, dan pemerintah.
3.
Sebagai
pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada
profesinya.
4.
Pemberi
arah yang benar kepada penggunaan profesinya.
D.
Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik guru ditetapkan dalam
suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus daerah PGRI
se-Indonesia dalam kongres XIII di Jakarta tahun 1973, yang kemudian
disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta yang berbunyi
sebagai berikut:
1.
Guru
berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan
yang ber-Pancasila.
Maksud dari
rumusan ini, maka sesuai dengan roeping-nya, guru harus mengabdikan
dirinya secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik seutunhya,
baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi insan
pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai
aktivitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila pancasila. Guru harus membimbing
anak didiknya ke arah hidup yang selaras, serasi, dan seimbang.
2.
Guru
memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing-masing.
Berkaitan
dengan item ini, maka guru harus mampu mendesain program pengajaran sesuai
dengan keadaan dan kebutuhan setiap diri anak didik. Yang lebih penting
menerapkan kurikulum secara benar. Seperti kurikulum atau program pengajaran
untuk SD harus juga diterapkan di SD.
3.
Guru
mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,
tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
Dengan mengetahui
keadaan dan karakteristik anak didik maka akan sangat membantu bagi guru dan
siswa dalam proses belajar mengajar yang optimal.
4.
Guru
menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua
murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
Maksudnya, guru
dapat menciptakan kondisi-kondisi optimal sehingga anak itu merasa belajar,
harus belajar, perlu dididik dan perlu bimbingan.
5.
Guru
memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah nya maupun
masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
Sesuai dengan
tri pusat pendidikan, maka masyarakat ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan
pendidikan. Oleh karena itu, guru harus membina hubungan baik dengan masyarakat
agar mendapatkan masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau
perkembangan masyarakat itu.
6.
Guru
secara sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu
profesinya.
Item ini sangat
penting karena baik buruknya layanan akan mempengaruhi citra guru di
tengah-tengah masyarakat.
7.
Guru
menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan.
Kerjasama dan
pembinaan hubungan antar guru di lingkungan tempat kerja atau diluar merupakan
upaya yang sangat penting akan dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja
bahkan juga sebagai langkah-langkah peningkatan mutu profesi guru secara
kelompok.
8.
Guru
secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru
professional sebagai sarana pengabdiannya.
Salah satu ciri
profesi adalah dimilikinya organisasi profesioanal. Di Indonesia wadah atau
organisasi professional itu adalah PGRI atau ISPI. Untuk meningkatkan pelayanan
dan sarana pengabdiannya maka organisasi itu harus terus dipelihara, dibina
bahkan ditingkatkan mutu dan kekompakan.
9.
Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan.
Guru sebagai
aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan pelaksana langsung kurikulum
dan proses belajar mengajar, harus memahami dan kemudian melaksanakan
ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah mengenai menangani
persoalan pendidikan. Tetapi harus diingat bahwa kebijaksanaan atau
ketentuan-ketentuan pemerintah itu biasanya bersifat umum.oleh karena itu, guru
harus memahami secara cermat, kritis, dan mengembangkannya secara rasional dan
kreatif yang akhirnya dapat mendukung policy pihak Departemen Pendidikan
dan Kebudayaan tersebut.
E.
Penetapan Kode Etik
Kode
etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan
mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu
kongres organisasi profesi. Dengan demikian penetapan kode etik tidak boleh
dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh
orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dari
organisasi tersebut. Dengan demikian jelas bahwa orang-orang yang bukan atau
tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat dikenakan aturan yang ada
dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh
yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua
orang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi
profesi yang bersangkutan.
Apabila
setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam
suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa
profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota
profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat
dikenakan sanksi.
F.
Sanksi
Pelanggaran Kode Etik
Sering
juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga
hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik saja dari suatu profesi tertentu
dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya
demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah
laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya
memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Sebagai
contoh dalam hal ini jika seseorang angggota profesi bersaing secara tidak
jujur atau curang sesama anggota profesinya dan jika dianggap kecurangan itu
serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya karena kode etik
adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan
perbuatan, maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral.
Barang siapa melanggar kode etik, akan mendapat celaan dari rekan-rekannya,
sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari
organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profesi
tertentu menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.
G. Undang-undang
mengenai Kode Etik Profesi Keguran
Bagian satu
Pengertian,
tujuan, dan fungsi
Pasal 1
1) Kode
etik guru Indonesia adalah norma dan asas yang di sepakati dan di terima oleh
guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan prilaku dalam melaksanakan tugas
profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara.
2) Pedoman
sikap dan prilaku sebagaimana yang telah di maksud ayat (1) pasal ini adalah
nilai-nilai noma yang membedakan prilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh
dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesinya untuk
mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai, melatih, dan menyefaluasi
peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
Pasal 2
1) Kode
etik guru ndoesia merupakan pedoman sikap dan prilaku bertujuan menempatkan
guru sebagai profesi terhormat, mulia, bermartabat yang dilindungi
undang-undang.
2) Kode
etik guru Indonesai berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang
melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya
dengan peserta didik, orang tua/ wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi,
organisasi profesi, dan pemerintah
sesuai dengan norma agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
Bagian Dua
Sumpah/ janji
guru Indonesia
Pasal
3
1) Setiap
guru mengucapkan sumpah/ janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman,
penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nlai moral yang
termuat di dalam kode etik guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan
berprilaku, baik di sekolah maupun di lingkuungan masyarakat.
2) Sumpah/
janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan
pejabat yang berwenang di wilayah masing-masing.
3) Setiap
pengambilan sumpah/ janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan
pendidikan.
Pasal 4
1) Naska
sumpah/ janji guru Indonesia dilampirkan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kode etik guru Indonesia.
2) Pengambilan
sumpah/ janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok
sebelumnya melaksanakan tugas.
Bagian Tiga
Nilai-nilai dasar dan nilai-nilai
operasional
Pasal 5
1) Nilai-nilai
agama dan pancasila
2) Nilai-nilai
kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi
profesional.
3) Nilai-nilai
jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan
jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spritual.
Pasal 6
1) Hubungan
Guru Dengan Peserta Didik :
a.
Guru berprilaku secara profesional dalam
melaksanakan tugas didik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai,
dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b.
Guru membimbing peserta didik untuk
memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu,
warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.
Guru mengetahui bahwa setiap peserta
didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas
layanan pembelajaran.
d.
Guru menghimpun informasi tentang
peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e.
Guru secara individu atau kelompok
secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan
suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan
efisien bagi peserta didik.
f.
Guru menjalani hubungan dengan peserta
didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindakan
kekerasann fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g.
Guru berusaha secara manusiawi untuk
mencegah setiap gangguan yang dapat
mempengaruhi perkembangan negatif baagi peserta didik.
h.
Guru secara lansung mencurahkan
usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan
keseluruhan kepribadiannya, termmasuk kemampuannya untuk berkarya.
i.
Guru menjunjung tinggi harga diri,
intregritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j.
Guru bertindak dan memandang semua
tindakan peserta didiknya secara adil.
k.
Guru berprilaku taat asas kepada hukum
dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l.
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya
untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan
peserta didiknya.
m.
Guru membuat usaha-usaha yang rasional
untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses
belajar mengajar , menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n.
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi
peserta didiknya untuk alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan
pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.
Guru tidakk boleh menggunakan hubungan
dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara yang langgar norma
sosial, budaya, moral, dan agama.
2) Hubungan
Guru dengan Orang Tua/ Wali Siswa:
a.
Guru berusaha membina hubungan kerjasama
yang efektif dan efesien dengan orang tua siswa dalam melaksanakan proses
pendidikan.
b.
Guru memberi informasi kepada orang tua
siswa secara jujur dan objektif
mengenai pengembangan peserta didik.
c.
Guru merahasiakan informasi setiap siswa
kepada orang lain yang bukan orang tua/ wali siswa.
d.
Guru memotivasi orang tua siswa untuk
beradabtasi dan berpartisipasi dalam
memajukan dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
e.
Guru berkomunikasi secara baik dengan
orang tua siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses
kependidikan pada umumnya.
f.
Guru menjunjung tinggi hak orang tua siswa
untuk berkonsultansi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuaan, dan
cita-cita anak akan pendidikan.
g.
Guru tidak boleh melakukan hubungan dan
tindakan profesional dengan orang tua siswa untuk memperoleh keuntungan
pribadi.
3) Hubungan
Guru Dengan Masyarakat:
a.
Guru menjalani komunikasi dan kerjasama
yang harmonis, efektif dan efesien dengan masyarakat untuk memajukan dan
mengembangkan pedidikan.
b.
Guru mengkomodasikan aspirasi masyarakat
dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
c.
Guru peka terhadap perubahan yang
terjadi dalam masyarakat.
d.
Guru bekerjasama dengan arif dengan
masyarakat untuk meningkatkan prestasi dan martabat profesinya.
e.
Guru melakukan semua usaha untuk secara
bersama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan
kesejahtraan peserta didiknya.
f.
Guru memberi pandaangan profesional,
menjunjung tinggi nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan
dengan masyarakat.
4) Hubungan
guru dengan sekolah:
a.
Guru memelihara dan meningkatkan
kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
b.
Guru memotivasi diri dan rekan sejawat
secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
c.
Guru menciptakan, melaksanakan proses
yang kondusif.
d.
Guru menciptakan suasana kekeluargaan di
dalam dan di luar sekolah.
e.
Guru menghormati rekan sejawat.
f.
Guru saling membimbing antara rekan
sejawat.
g.
Guru menjunjung tinggi martabat
profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan
profesional.
h.
Guru membasiskan diri pada nilai-nilai
agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
i.
Guru memiliki beban moral untuk
bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam
menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
j.
Guru mengoreksi tindakan-tindakan
sejawat yang menyimpang dari kaedah-kaedah agama, norma, kemanusiaan, dan
martabat profesionalnya.
k.
Guru tidak boleh mengeluarkan
pertanyaan-pertanyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi
sejawat atau calon sejawat.
l.
Guru tidak boleh melakukan
tindakan-tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat
pribadi dan profesional sejawatnya.
m.
Guru tidak boleh mengeluarkan rahasia
sejawatnya keculi untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara
hukum.
n.
Guru tdak boleh menciptakan kondisi atau
bertindak yang tidak lansung atau lansung akan muncul konflik antara
sejawatnya.
Bagian Empat
Pelaksanaan,
pelanggaran, dan sanksi
Pasal
7
1)
Guru dan organisasi profesi guru
bertanggung jawab atas pelaksanaan kode etik guru Indonesia.
2)
Guru dan organisasi guru berkewajiban
mensosialisasi kode etik guru Indonesia kepada rekan sejawat penyelenggara
pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.
Pasal
8
1)
Pelanggaran adalah prilaku menyimpang
atau tidak melaksanakan kode etik guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang
berlaku yang berkaitan dengan protes guru.
2)
Guru yang melanggar kode etik guru
Indonesia dikenakan sangsi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
3)
Jenis pelanggaran meliputi: pelanggaran
sedang, ringan, dan berat.
Pasal 9
1)
Pemberian rekomendasi sanksi terhadap
guru yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik guru Indnesia merupakan wewenang dewan kehormatan guru
Indonesia.
2)
Pemberian sanksi oleh dewan kehormatan
guru Indonesia sebaigamana dimaksud pada ayat (1) harus objektif.
3)
Rekomendasi dewan kehormatan guru
Indoneia sebagai mana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi
profesi guru.
4)
Sanksi sebagaimana di maksud pada ayat
(3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi
guru.
5)
Siapapun yang telah mengetahui melakukan
pelanggaran kode etik guru Indonesia wajib melapor kepada dewan kehormatan guru
Indonesia organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
6)
Setiap pelanggaran dapat melakukan
pembelaan diri dengan atau tanpa
bantuaan profesi guru dan penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang
dilakukan dihadapan dewan kehormatan dewan guru Indonesia.
Bagian Lima
Ketentuan
Tambahan
Pasal 10
Tenaga kerja Asing yang dipekerjakan
sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru
Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
Bagian Enam
Penutup
Pasal
11
1)
Setiap
guru secara sugguh-sungguh menghayati, mengamalkan serta menjungjung tinggi
kode etik guru Indonesia.
2)
Guru
yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memiliki organisasi
profesi guru yang bentuknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3)
Dewan
kehormatan guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata
melanggar kode etik guru Indonesia.
BAB III
PENUTUP
a. Kesimpulan
Kode etik guru adalah suatu norma atau
aturan tata susila yang mengatur tingkah laku guru. suatu profesi
menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan
memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi,
dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi. Agar guru terhindar
dari penyimpangan profesi, karena sudah adanya landasan yang digunakan mereka
sebagai acuan.
b.
Saran
Kalau kode etik
merupakan pedoman atau pegangan itu tidak dihiraukan berarti akan kehilangan
pola umum sebagai guru. Jadi postur kepribadian guru akan dapat dilihat
pemanfaatan dan pelaksanaan dari kode etik yang sudah disepakati. Dengan adanya
kode etik guru tersebut maka akan tercipta guru profesional yang dapat
mencerdaskan kehidupan Bangsa. Jadi, diharapkan para guru memperhatikan dan
melaksanakan kode etik guru ini.
DAFTAR PUSTAKA
A.M, Sardiman. 2003. Interaksi
dan Motivasi Belajar Mengajar.
Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada
http://fidanurlaeli.wordpress.com. 2010. Kode
Etik Profesi Keguruan Profesi Kependidikan. Diunduh pada 03 Maret 2014
http://pakgalihwordpress.com
2009. Deskripsi Kode Etik Keguruan dalam Pelaksanaan berbagai Bidang Kehidupan
Nur Alim. 2013. Makalah
Kode Etik Profesi Keguruan. file:///C:/Users/TRCOM/Desktop/Downloads/KODE%20ETIK%20PROFESI%20KEGURUAN%20%20%20sepatu%20goni%20dan%20sepatu%20bordir.htm
[1]
Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 2003), hal 152
[3] http://fidanurlaeli.wordpress.com/2010/11/28/kode-etik-profesi-keguruan-profesi
kependidikan diunduh
pada 13 Maret 2014

3. Kepada
teman-teman anggota kelompok 2 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, kami
ucapkan terima kasih banyak. Semoga semua bantuan yang diberikan mendapat
pahala disisi Allah swt.
BAB I PENDAHULUAN .…………………………………………… 1-2
B.
Rumusan masalah …..………………………………….……. 2
C.
Fungsi Kode Etik
Profesi Keguruan……………………….. 6
E.
Penetapan Kode
Etik Profesi Keguruan…………………… 9-10
G.
Undang-undang
tentang Kode Etik Profesi Keguruan…….
11-17
a. Kesimpulan…………………………………………………. 18
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………… 19
c.
Untuk
mengetahui kode etik guru di Indonesia.
e.
Untuk
mengetahui sanksi pelanggaran kode etik profesi keguruan.
3.
Untuk
meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Tujuan lain kode etik dapat juga
berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para
anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab
pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik
merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam
menjalankan tugasnya.
5.
Untuk
meningkatkan mutu organisasi profesi. Untuk meningkatkan mutu organisasi
profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif
berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang
dirancang organisasi.
3.
Sebagai
pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada
profesinya.
2.
Guru
memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan
kebutuhan anak didik masing-masing.
3.
Guru
mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik,
tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
4.
Guru
menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua
murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
5.
Guru
memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah nya maupun
masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
6.
Guru
secara sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu
profesinya.
7.
Guru
menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan
lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan.
8.
Guru
secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru
professional sebagai sarana pengabdiannya.
9.
Guru
melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam
bidang pendidikan.
Apabila
setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam
suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa
profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota
profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat
dikenakan sanksi.
Bagian Dua
3) Setiap
pengambilan sumpah/ janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan
pendidikan.
1) Naska
sumpah/ janji guru Indonesia dilampirkan
sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kode etik guru Indonesia.
3) Nilai-nilai
jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan
jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spritual.
1) Hubungan
Guru Dengan Peserta Didik :
b.
Guru membimbing peserta didik untuk
memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu,
warga sekolah, dan anggota masyarakat.
d.
Guru menghimpun informasi tentang
peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
f.
Guru menjalani hubungan dengan peserta
didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindakan
kekerasann fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
h.
Guru secara lansung mencurahkan
usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan
keseluruhan kepribadiannya, termmasuk kemampuannya untuk berkarya.
j.
Guru bertindak dan memandang semua
tindakan peserta didiknya secara adil.
l.
Guru terpanggil hati nurani dan moralnya
untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan
peserta didiknya.
n.
Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi
peserta didiknya untuk alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan
pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
2) Hubungan
Guru dengan Orang Tua/ Wali Siswa:
b.
Guru memberi informasi kepada orang tua
siswa secara jujur dan objektif
mengenai pengembangan peserta didik.
d.
Guru memotivasi orang tua siswa untuk
beradabtasi dan berpartisipasi dalam
memajukan dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f.
Guru menjunjung tinggi hak orang tua siswa
untuk berkonsultansi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuaan, dan
cita-cita anak akan pendidikan.
3) Hubungan
Guru Dengan Masyarakat:
b.
Guru mengkomodasikan aspirasi masyarakat
dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
d.
Guru bekerjasama dengan arif dengan
masyarakat untuk meningkatkan prestasi dan martabat profesinya.
f.
Guru memberi pandaangan profesional,
menjunjung tinggi nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan
dengan masyarakat.
a.
Guru memelihara dan meningkatkan
kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
c.
Guru menciptakan, melaksanakan proses
yang kondusif.
e.
Guru menghormati rekan sejawat.
g.
Guru menjunjung tinggi martabat
profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan
profesional.
i.
Guru memiliki beban moral untuk
bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam
menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
k.
Guru tidak boleh mengeluarkan
pertanyaan-pertanyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi
sejawat atau calon sejawat.
m.
Guru tidak boleh mengeluarkan rahasia
sejawatnya keculi untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara
hukum.
Bagian Empat
Pasal
8
3)
Jenis pelanggaran meliputi: pelanggaran
sedang, ringan, dan berat.
Pasal 9
3)
Rekomendasi dewan kehormatan guru
Indoneia sebagai mana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi
profesi guru.
5)
Siapapun yang telah mengetahui melakukan
pelanggaran kode etik guru Indonesia wajib melapor kepada dewan kehormatan guru
Indonesia organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
3)
Dewan
kehormatan guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata
melanggar kode etik guru Indonesia.
b.
Saran
Nur Alim. 2013. Makalah
Kode Etik Profesi Keguruan. file:///C:/Users/TRCOM/Desktop/Downloads/KODE%20ETIK%20PROFESI%20KEGURUAN%20%20%20sepatu%20goni%20dan%20sepatu%20bordir.htm
Tidak ada komentar:
Posting Komentar