Kamis, 22 Mei 2014

KODE ETIK PROFESI KEGURUAN

MAKALAH
Disampaikan dalam Seminar Kelas Mata Kuliah Etika Profesi Keguruan Semester 4 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan
 
Oleh Kelompok 2
Muh. Ikhlasul Amal
Nirwana Surur
Muh. Junaedi
Arman Dahlan
 
Dosen Pembimbing
Fatimah HS., S.Pd., M.Pd.I
 
FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2014
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada waktunya. Tak lupa kami haturkan shalawat dan salam kepada junjungan Nabiyullah Muhammad Saw.
Makalah yang berjudul “ Kode Etik Profesi Keguruan ” ini bertujuan untuk memenuhi tugas perkuliahan Etika Profesi Keguruan pada jurusan Pendidikan Agama Islam, Fakultas Tarbiyah dan Keguruan, UIN Alauddin Makassar.
Pada kesempatan ini, penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak–pihak yang telah berperan dan membantu menyelesaikan makalah ini. Diantaranya:
 baik yang bersifat materil maupun non materil
1.      Ibu Fatimah HS., S.Pd., M.Pd.I yang telah membimbing dan memberikan tugas makalah ini sebagai kewajiban mahasiswa dalam perkuliahan.
2.      Kepada Orang Tua yang telah memberikan doa, bantuan, dan dorongan.
3.      Kepada teman-teman anggota kelompok 2 yang tidak dapat disebutkan satu persatu, kami ucapkan terima kasih banyak. Semoga semua bantuan yang diberikan mendapat pahala disisi Allah swt.
Kami menyadari bahwa dalam penyusunan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, kami mengharapkan kritik dan saran yang bersifat membangun demi perbaikan dan kesempurnaan. 
 
 
Samata, 20 Maret 2014
 
Penyusun
 
DAFTAR ISI
 
KATA PENGANTAR ...........................................................................     i
DAFTAR ISI ..........................................................................................      ii
BAB I PENDAHULUAN .……………………………………………      1-2
A.    Latar belakang .........................................................................    1
B.     Rumusan masalah …..………………………………….…….    2
C.     Tujuan penulisan ……..……………………………..…….....     2
BAB II PEMBAHASAN ……………………………………..………..     3-10
A.    Pengertian Kode Etik Profesi Keguruan…………………….    3-4
B.     Tujuan Kode Etik Profesi  Keguruan………………………..    4-6      
C.     Fungsi Kode Etik Profesi Keguruan………………………..     6
D.    Kode Etik Profesi Keguruan……………..………………....     6-9
E.     Penetapan Kode Etik Profesi Keguruan……………………     9-10
F.      Sanksi Pelanggaran Kode Etik Profesi Keguruan………….      10
G.    Undang-undang tentang Kode Etik Profesi Keguruan…….      11-17
BAB III PENUTUP ……………………………………………….     18
a.       Kesimpulan………………………………………………….      18
b.      Saran ………………………………………………………..      18
DAFTAR PUSTAKA …………………………………………………     19
                                        
 
 
BAB I
PENDAHULUAN
 
A.   Latar Belakang
Dalam dunia kedokteran sudah lama dikenal adanya kode etik dokter, dalam dunia jurnalistik ada kode etik jurnalistik,dan lain-lain, yang kesemuanya itu dimaksudkan untuk menjaga dan mempertahankan kemurnian profesi masing-masing. Begitu juga guru sebagai tenaga profesional di bidang kependidikan memiliki kode etik, dikenal dengan “kode etik Guru Indonesia”. Kode etik ini dirumuskan sebagai hasil Kongres PGRI ke- XIII pada 21-25 November 1973 di Jakarta.
Guru adalah tenaga profesional dibidang kependidikan yang memiliki tugas mengajar, mendidik, dan membimbing anak didik agar menjadi manusia yang berpribadi (pancasila). Dengan demikian, guru memiliki kedudukan yang sangat penting dan tanggung jawab yang sangat besar dalam menangani berhasil atau tidaknya program pendidikan. Kalau boleh dikatakan sedikit secara ideal, baik atau buruknya suatu bangsa di masa mendatang banyak terletak di tangan guru.
Sehubungan dengan itu maka guru sebagai tenaga profesional memerlukan pedoman atau kode etik guru agar terhindar dari segala bentuk penyimpangan. Kode etik menjadi pedoman baginya untuk tetap profesional (sesuai dengan tuntunan dan persyaratan profesi)  setiap guru yang memegang keprofesionalnnya sebagi pendidik akan selalu berpegang pada kode etik guru. Sebab kode etik guru ini sebagai salah satu ciri yang harus ada pada profesi itu sendiri.
 
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang tersebut maka penulis dapat merumuskan bahwa :
a.       Apa pengertian kode etik profesi keguruan?
b.      Apa tujuan dan fungsi kode etik keguruan?
c.       Bagaimana kode etik guru di Indonesia?
d.      Bagaimana penetapan kode etik profesi keguruan?
e.       Apa sanksi pelanggaran kode etik profesi keguruan?
f.       Bagaimana isi Undang-undang mengenai Kode Etik Profesi Keguruan?
 
C.   Tujuan Penulisan
a.       Untuk mengetahui pengertian kode etik profesi keguruan.
b.      Untuk mengetahui tujuan dan fungsi kode etik keguruan.
c.       Untuk mengetahui kode etik guru di Indonesia.
d.      Untuk mengetahui penetapan kode etik profesi keguruan.
e.       Untuk mengetahui sanksi pelanggaran kode etik profesi keguruan.
f.       Untuk mengetahui isi undang-undang profesi keguruan.
 
 
 
 
BAB II
PENDAHULUAN
 
A.    Pengertian Kode Etik Profesi Keguruan
Secara harfiah “kode etik” berarti sumber etik. Etik artinya tata-susila ( etika ) atau hal-hal yang berhubungan dengan kesusilaan dalam mengerjakan suatu pekerjaan. Jadi kode etik guru diartikan aturan susila keguruan. Maksudnya aturan-aturan tentang keguruan ( yang menyangkut pekerjaan guru ) dilihat dari segi susila. Maksud kata susila adalah hal yang berkaitan dengan baik menurut ketentuan-ketentuan umum yang berlaku. Dalam hal ini kesusilaan diartikan sebagai kesopanan, sopan santun dan keadaban. Menurut Westby kode etik ( guru ) dikatakan sebagai statement formal yang merupakan norma ( aturan tata susila) dalam mengatur tingkah laku guru. Sehubungan dengan itu maka tidaklah terlalu salah kalau dikatakan bahwa kode etik guru merupakan semacam penangkal dari kecenderungan manusiawi seorang guru yang ingin menyeleweng. Kode etik guru juga merupakan perangkat untuk mempertegas atau mengkristalisasi kedudukan dan peranan guru serta sekaligus untuk melindungi profesinya.[1]
Kode etik profesi adalah pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugas dan dalam kehidupan sehari – hari. Suatu  profesi dilaksanakan oleh profesional dengan menggunakan perilaku yang memenuhi norma – norma etik profesi. Kode etik adalah kumpulan norma – norma yang merupakan pedoman perilaku profesional dalam melaksanakan  profesi. Kode etik guru adalah suatu norma atau aturan tata susila yang mengatur tingkah laku guru.[2]
Menurut UU No.8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok Kepegawaian. Pasal 28 UU ini menjelaskan bahwa “PNS mempunyai kode etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan di luar kedinasan”. Dengan adanya ini PNS mempunyai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam pergaulan hidup sehari-hari.
Dalam pidato pembukaan Kongres PGRI XIII, Basuni sebagai ketua umum PGRI menyatakan bahwa Kode Etik Guru Indonesia merupakan landasan moral dan pedoman tingkah laku guru dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.[3]
 
B.     Tujuan Kode Etik Profesi Keguruan
Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut (R. Hermawan S, 1979):
1.      Untuk menjunjung tinggi martabat profesi. Dalam hal ini kode etik dapat menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka jangan sampai memandang rendah atau remeh terhadap profesi yang bersangkutan. Oleh karenanya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang berbagai bentuk tindak-tanduk atau kelakuan anggota profesi yang dapat mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segi ini, kode etik juga seringkali disebut kode kehormatan.
2.      Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya. Yang dimaksud kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir (atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental). Dalam hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-perbuatan yang merugikan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorarium anggota profesi dalam melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik umumnya memberi petunjuk-petunjuk kepada para anggotanya untuk melaksanakan profesinya.
3.      Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi. Tujuan lain kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabdian profesi, sehingga bagi para anggota profesi dapat dengan mudah mengetahui tugas dan tanggung jawab pengabdiannya dalam melaksanakan tugasnya. Oleh karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya.
4.      Untuk meningkatkan mutu profesi. Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat norma-norma dan anjuran agar para anggora profesi selalu berusaha untuk meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya.
5.      Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartisipasi dalam membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang organisasi.
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa tujuan suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi.
 
C.    Fungsi Kode Etik Pofesi Keguruan
Susan Zanti dan Syahmiar Syahrun (1992) secara spesifik mengemukakan empat fungsi kode etik guru bagi guru itu sendiri. Keempat fungsi kode etik tersebut sebagai berikut.
1.      Agar guru terhindar dari penyimpangan profesi, karena sudah adanya landasan yang digunakan mereka sebagai acuan.
2.      Untuk mengatur hubungan guru dengan murid, teman sekerja dan masyarakat, jabatan profesi, dan pemerintah.
3.      Sebagai pegangan dan pedoman tingkah laku guru agar lebih bertanggung jawab pada profesinya.
4.      Pemberi arah yang benar kepada penggunaan profesinya.
 
D.    Kode Etik Guru Indonesia
Kode etik guru ditetapkan dalam suatu kongres yang dihadiri oleh seluruh utusan cabang dan pengurus daerah PGRI se-Indonesia dalam kongres XIII di Jakarta tahun 1973, yang kemudian disempurnakan dalam kongres PGRI XVI tahun 1989 juga di Jakarta yang berbunyi sebagai berikut:
1.      Guru berbakti membimbing anak didik seutuhnya untuk membentuk manusia pembangunan yang ber-Pancasila.
Maksud dari rumusan ini, maka sesuai dengan roeping-nya, guru harus mengabdikan dirinya secara ikhlas untuk menuntun dan mengantarkan anak didik seutunhya, baik jasmani maupun rohani, baik fisik maupun mental agar menjadi insan pembangunan yang menghayati dan mengamalkan serta melaksanakan berbagai aktivitasnya dengan mendasarkan pada sila-sila pancasila. Guru harus membimbing anak didiknya ke arah hidup yang selaras, serasi, dan seimbang.
2.      Guru memiliki kejujuran professional dalam menerapkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan anak didik masing-masing.
Berkaitan dengan item ini, maka guru harus mampu mendesain program pengajaran sesuai dengan keadaan dan kebutuhan setiap diri anak didik. Yang lebih penting menerapkan kurikulum secara benar. Seperti kurikulum atau program pengajaran untuk SD harus juga diterapkan di SD.
3.      Guru mengadakan komunikasi, terutama dalam memperoleh informasi tentang anak didik, tetapi menghindarkan diri dari segala bentuk penyalahgunaan.
Dengan mengetahui keadaan dan karakteristik anak didik maka akan sangat membantu bagi guru dan siswa dalam proses belajar mengajar yang optimal.
4.      Guru menciptakan suasana kehidupan sekolah dan memelihara hubungan dengan orang tua murid sebaik-baiknya bagi kepentingan anak didik.
Maksudnya, guru dapat menciptakan kondisi-kondisi optimal sehingga anak itu merasa belajar, harus belajar, perlu dididik dan perlu bimbingan.
5.      Guru memelihara hubungan baik dengan masyarakat di sekitar sekolah nya maupun masyarakat yang lebih luas untuk kepentingan pendidikan.
Sesuai dengan tri pusat pendidikan, maka masyarakat ikut bertanggung jawab atas pelaksanaan pendidikan. Oleh karena itu, guru harus membina hubungan baik dengan masyarakat agar mendapatkan masukan, pengalaman serta memahami berbagai kejadian atau perkembangan masyarakat itu.
6.      Guru secara sendiri atau bersama-sama berusaha mengembangkan dan meningkatkan mutu profesinya.
Item ini sangat penting karena baik buruknya layanan akan mempengaruhi citra guru di tengah-tengah masyarakat.
7.      Guru menciptakan dan memelihara hubungan antarsesama guru baik berdasarkan lingkungan kerja maupun didalam hubungan keseluruhan.
Kerjasama dan pembinaan hubungan antar guru di lingkungan tempat kerja atau diluar merupakan upaya yang sangat penting akan dapat meningkatkan kelancaran mekanisme kerja bahkan juga sebagai langkah-langkah peningkatan mutu profesi guru secara kelompok.
8.      Guru secara bersama-sama memelihara, membina dan meningkatkan mutu organisasi guru professional sebagai sarana pengabdiannya.
Salah satu ciri profesi adalah dimilikinya organisasi profesioanal. Di Indonesia wadah atau organisasi professional itu adalah PGRI atau ISPI. Untuk meningkatkan pelayanan dan sarana pengabdiannya maka organisasi itu harus terus dipelihara, dibina bahkan ditingkatkan mutu dan kekompakan.
9.      Guru melaksanakan segala ketentuan yang merupakan kebijaksanaan pemerintah dalam bidang pendidikan.
Guru sebagai aparat Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan pelaksana langsung kurikulum dan proses belajar mengajar, harus memahami dan kemudian melaksanakan ketentuan-ketentuan yang telah digariskan oleh pemerintah mengenai menangani persoalan pendidikan. Tetapi harus diingat bahwa kebijaksanaan atau ketentuan-ketentuan pemerintah itu biasanya bersifat umum.oleh karena itu, guru harus memahami secara cermat, kritis, dan mengembangkannya secara rasional dan kreatif yang akhirnya dapat mendukung policy pihak Departemen Pendidikan dan Kebudayaan tersebut.
 
E.     Penetapan Kode Etik
Kode etik hanya dapat ditetapkan oleh suatu organisasi profesi yang berlaku dan mengikat para anggotanya. Penetapan kode etik lazim dilakukan pada suatu kongres organisasi profesi. Dengan demikian penetapan kode etik tidak boleh dilakukan oleh orang secara perorangan, melainkan harus dilakukan oleh orang-orang yang diutus untuk dan atas nama anggota-anggota profesi dari organisasi tersebut. Dengan demikian jelas bahwa orang-orang yang bukan atau tidak menjadi anggota profesi tersebut, tidak dapat dikenakan aturan yang ada dalam kode etik tersebut. Kode etik suatu profesi hanya akan mempunyai pengaruh yang kuat dalam menegakkan disiplin di kalangan profesi tersebut, jika semua orang menjalankan profesi tersebut tergabung (menjadi anggota) dalam organisasi profesi yang bersangkutan.
Apabila setiap orang yang menjalankan suatu profesi secara otomatis tergabung di dalam suatu organisasi atau ikatan profesional, maka barulah ada jaminan bahwa profesi tersebut dapat dijalankan secara murni dan baik, karena setiap anggota profesi yang melakukan pelanggaran yang serius terhadap kode etik dapat dikenakan sanksi.
 
F.      Sanksi Pelanggaran Kode Etik
Sering juga kita jumpai, bahwa ada kalanya negara mencampuri urusan profesi, sehingga hal-hal yang semula hanya merupakan kode etik saja dari suatu profesi tertentu dapat meningkat menjadi peraturan hukum atau undang-undang. Apabila halnya demikian, maka aturan yang mulanya sebagai landasan moral dan pedoman tingkah laku meningkat menjadi aturan yang memberikan sanksi-sanksi hukum yang sifatnya memaksa, baik berupa sanksi perdata maupun sanksi pidana.
Sebagai contoh dalam hal ini jika seseorang angggota profesi bersaing secara tidak jujur atau curang sesama anggota profesinya dan jika dianggap kecurangan itu serius ia dapat dituntut di muka pengadilan. Pada umumnya karena kode etik adalah landasan moral dan merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan, maka sanksi terhadap pelanggaran kode etik adalah sanksi moral. Barang siapa melanggar kode etik, akan mendapat celaan dari rekan-rekannya, sedangkan sanksi yang dianggap terberat adalah si pelanggar dikeluarkan dari organisasi profesi. Adanya kode etik dalam suatu organisasi profesi tertentu menandakan bahwa organisasi profesi itu telah mantap.
G.    Undang-undang mengenai Kode Etik Profesi Keguran
Bagian satu
Pengertian, tujuan, dan fungsi
Pasal 1
1)      Kode etik guru Indonesia adalah norma dan asas yang di sepakati dan di terima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan prilaku dalam melaksanakan tugas profesi sebagai pendidik, anggota masyarakat dan warga negara.
2)      Pedoman sikap dan prilaku sebagaimana yang telah di maksud ayat (1) pasal ini adalah nilai-nilai noma yang membedakan prilaku guru yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama menunaikan tugas-tugas profesinya untuk mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, menilai, melatih, dan menyefaluasi peserta didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan di luar sekolah.
 
Pasal 2
1)      Kode etik guru ndoesia merupakan pedoman sikap dan prilaku bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia, bermartabat yang dilindungi undang-undang.
2)      Kode etik guru Indonesai berfungsi sebagai seperangkat prinsip dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan layanan profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tua/ wali siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi,  dan pemerintah sesuai dengan norma agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.
Bagian Dua
Sumpah/ janji guru Indonesia
 
Pasal 3
1)      Setiap guru mengucapkan sumpah/ janji guru Indonesia sebagai wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk mematuhi nilai-nlai moral yang termuat di dalam kode etik guru Indonesia sebagai pedoman bersikap dan berprilaku, baik di sekolah maupun di lingkuungan masyarakat.
2)      Sumpah/ janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah masing-masing.
3)      Setiap pengambilan sumpah/ janji guru Indonesia dihadiri oleh penyelenggara satuan pendidikan.
Pasal 4
1)      Naska sumpah/ janji  guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang tidak terpisahkan dari kode etik guru Indonesia.
2)      Pengambilan sumpah/ janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas.
 
Bagian Tiga
Nilai-nilai dasar dan nilai-nilai operasional
 
Pasal 5
1)      Nilai-nilai agama dan pancasila
2)      Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian, kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
3)      Nilai-nilai jati diri, harkat dan martabat manusia yang meliputi perkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual, sosial, dan spritual.
Pasal 6
1)      Hubungan Guru Dengan Peserta Didik :
a.       Guru berprilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas didik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b.      Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga sekolah, dan anggota masyarakat.
c.       Guru mengetahui bahwa setiap peserta didik memiliki karakteristik secara individual dan masing-masingnya berhak atas layanan pembelajaran.
d.      Guru menghimpun informasi tentang peserta didik dan menggunakannya untuk kepentingan proses kependidikan.
e.       Guru secara individu atau kelompok secara terus-menerus berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang efektif dan efisien bagi peserta didik.
f.       Guru menjalani hubungan dengan peserta didik yang dilandasi rasa kasih sayang dan menghindarkan diri dari tindakan kekerasann fisik yang di luar batas kaidah pendidikan.
g.      Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah  setiap gangguan yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif baagi peserta didik.
h.      Guru secara lansung mencurahkan usaha-usaha profesionalnya untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan kepribadiannya, termmasuk kemampuannya untuk berkarya.
i.        Guru menjunjung tinggi harga diri, intregritas, dan tidak sekali-kali merendahkan martabat peserta didiknya.
j.        Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya secara adil.
k.      Guru berprilaku taat asas kepada hukum dan menjunjung tinggi kebutuhan dan hak-hak peserta didiknya.
l.        Guru terpanggil hati nurani dan moralnya untuk secara tekun dan penuh perhatian bagi pertumbuhan dan perkembangan peserta didiknya.
m.    Guru membuat usaha-usaha yang rasional untuk melindungi peserta didiknya dari kondisi-kondisi yang menghambat proses belajar mengajar , menimbulkan gangguan kesehatan, dan keamanan.
n.      Guru tidak boleh membuka rahasia pribadi peserta didiknya untuk alasan yang tidak ada kaitannya dengan kepentingan pendidikan, hukum, kesehatan, dan kemanusiaan.
o.      Guru tidakk boleh menggunakan hubungan dan tindakan profesionalnya kepada peserta didik dengan cara yang langgar norma sosial, budaya, moral, dan agama.
2)      Hubungan Guru dengan Orang Tua/ Wali Siswa:
a.       Guru berusaha membina hubungan kerjasama yang efektif dan efesien dengan orang tua siswa dalam melaksanakan proses pendidikan.
b.      Guru memberi informasi kepada orang tua siswa secara jujur dan objektif   mengenai pengembangan peserta didik.
c.       Guru merahasiakan informasi setiap siswa kepada orang lain yang bukan orang tua/ wali siswa.
d.      Guru memotivasi orang tua siswa untuk beradabtasi dan berpartisipasi  dalam memajukan dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
e.       Guru berkomunikasi secara baik dengan orang tua siswa mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses kependidikan pada umumnya.
f.       Guru menjunjung tinggi hak orang tua siswa untuk berkonsultansi dengannya berkaitan dengan kesejahteraan, kemajuaan, dan cita-cita anak akan pendidikan.
g.      Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional dengan orang tua siswa untuk memperoleh keuntungan pribadi.
3)      Hubungan Guru Dengan Masyarakat:
a.       Guru menjalani komunikasi dan kerjasama yang harmonis, efektif dan efesien dengan masyarakat untuk memajukan dan mengembangkan pedidikan.
b.      Guru mengkomodasikan aspirasi masyarakat dalam mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan.
c.       Guru peka terhadap perubahan yang terjadi dalam masyarakat.
d.      Guru bekerjasama dengan arif dengan masyarakat untuk meningkatkan prestasi dan martabat profesinya.
e.       Guru melakukan semua usaha untuk secara bersama dengan masyarakat berperan aktif dalam pendidikan dan meningkatkan kesejahtraan peserta didiknya.
f.       Guru memberi pandaangan profesional, menjunjung tinggi nilai agama, hukum, moral, dan kemanusiaan dalam berhubungan dengan masyarakat.
4)      Hubungan guru dengan sekolah:
a.       Guru memelihara dan meningkatkan kinerja, prestasi, dan reputasi sekolah.
b.      Guru memotivasi diri dan rekan sejawat secara aktif dan kreatif dalam melaksanakan proses pendidikan.
c.       Guru menciptakan, melaksanakan proses yang kondusif.
d.      Guru menciptakan suasana kekeluargaan di dalam dan di luar sekolah.
e.       Guru menghormati rekan sejawat.
f.       Guru saling membimbing antara rekan sejawat.
g.      Guru menjunjung tinggi martabat profesionalisme dan hubungan kesejawatan dengan standar dan kearifan profesional.
h.      Guru membasiskan diri pada nilai-nilai agama, moral, dan kemanusiaan dalam setiap tindakan profesional dengan sejawat.
i.        Guru memiliki beban moral untuk bersama-sama dengan sejawat meningkatkan keefektifan pribadi sebagai guru dalam menjalankan tugas-tugas profesional pendidikan dan pembelajaran.
j.        Guru mengoreksi tindakan-tindakan sejawat yang menyimpang dari kaedah-kaedah agama, norma, kemanusiaan, dan martabat profesionalnya.
k.      Guru tidak boleh mengeluarkan pertanyaan-pertanyaan keliru berkaitan dengan kualifikasi dan kompetensi sejawat  atau calon sejawat.
l.        Guru tidak boleh melakukan tindakan-tindakan dan mengeluarkan pendapat yang akan merendahkan martabat pribadi dan profesional sejawatnya.
m.    Guru tidak boleh mengeluarkan rahasia sejawatnya keculi untuk pertimbangan-pertimbangan yang dapat dilegalkan secara hukum.
n.      Guru tdak boleh menciptakan kondisi atau bertindak yang tidak lansung atau lansung akan muncul konflik antara sejawatnya.
Bagian Empat
Pelaksanaan, pelanggaran, dan sanksi
 
Pasal 7
1)      Guru dan organisasi profesi guru bertanggung jawab atas pelaksanaan kode etik guru Indonesia.
2)      Guru dan organisasi guru berkewajiban mensosialisasi kode etik guru Indonesia kepada rekan sejawat penyelenggara pendidikan, masyarakat, dan pemerintah.
Pasal 8
1)        Pelanggaran adalah prilaku menyimpang atau tidak melaksanakan kode etik guru Indonesia dan ketentuan perundangan yang berlaku yang berkaitan dengan protes guru.
2)        Guru yang melanggar kode etik guru Indonesia dikenakan sangsi sesuai dengan ketentuan peraturan yang berlaku.
3)        Jenis pelanggaran meliputi: pelanggaran sedang, ringan, dan berat.
 
Pasal 9
1)        Pemberian rekomendasi sanksi terhadap guru yang melakukan pelanggaran terhadap kode etik guru Indnesia  merupakan wewenang dewan kehormatan guru Indonesia.
2)        Pemberian sanksi oleh dewan kehormatan guru Indonesia sebaigamana dimaksud pada ayat (1) harus objektif.
3)        Rekomendasi dewan kehormatan guru Indoneia sebagai mana dimaksud pada ayat (1) wajib dilaksanakan oleh organisasi profesi guru.
4)        Sanksi sebagaimana di maksud pada ayat (3) merupakan upaya pembinaan kepada guru yang melakukan pelanggaran  dan untuk menjaga harkat dan martabat profesi guru.
5)        Siapapun yang telah mengetahui melakukan pelanggaran kode etik guru Indonesia wajib melapor kepada dewan kehormatan guru Indonesia organisasi profesi guru, atau pejabat yang berwenang.
6)        Setiap pelanggaran dapat melakukan pembelaan diri dengan  atau tanpa bantuaan profesi guru dan penasehat hukum sesuai dengan jenis pelanggaran yang dilakukan dihadapan dewan kehormatan dewan guru Indonesia.
 
Bagian Lima
Ketentuan Tambahan
 
Pasal 10
      Tenaga kerja Asing yang dipekerjakan sebagai guru pada satuan pendidikan di Indonesia wajib mematuhi kode etik guru Indonesia dan peraturan perundang-undangan.
Bagian Enam
Penutup
 
Pasal 11
1)        Setiap guru secara sugguh-sungguh menghayati, mengamalkan serta menjungjung tinggi kode etik guru Indonesia.
2)        Guru yang belum menjadi anggota organisasi profesi guru harus memiliki organisasi profesi guru yang bentuknya sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
3)        Dewan kehormatan guru Indonesia menetapkan sanksi kepada guru yang telah secara nyata melanggar kode etik guru Indonesia.
 
 
 
 
               
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
 
BAB III
PENUTUP
 
a.     Kesimpulan
Kode etik guru adalah suatu norma atau aturan tata susila yang mengatur tingkah laku guru. suatu profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat profesi, menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggota, meningkatkan pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu organisasi profesi. Agar guru terhindar dari penyimpangan profesi, karena sudah adanya landasan yang digunakan mereka sebagai acuan.
 
b.    Saran
Kalau kode etik merupakan pedoman atau pegangan itu tidak dihiraukan berarti akan kehilangan pola umum sebagai guru. Jadi postur kepribadian guru akan dapat dilihat pemanfaatan dan pelaksanaan dari kode etik yang sudah disepakati. Dengan adanya kode etik guru tersebut maka akan tercipta guru profesional yang dapat mencerdaskan kehidupan Bangsa. Jadi, diharapkan para guru memperhatikan dan melaksanakan kode etik guru ini.  
 
 
 
 
 
 
 
DAFTAR PUSTAKA
 
A.M, Sardiman.  2003.  Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar.  Jakarta:   PT. Raja Grafindo Persada
http://fidanurlaeli.wordpress.com. 2010. Kode Etik  Profesi  Keguruan Profesi  Kependidikan. Diunduh pada 03 Maret 2014
http://pakgalihwordpress.com 2009. Deskripsi Kode Etik Keguruan dalam  Pelaksanaan berbagai Bidang  Kehidupan
Nur Alim.  2013.  Makalah Kode Etik Profesi Keguruan.  file:///C:/Users/TRCOM/Desktop/Downloads/KODE%20ETIK%20PROFESI%20KEGURUAN%20%20%20sepatu%20goni%20dan%20sepatu%20bordir.htm
 
 
 
 
 

[1] Sardiman A.M, Interaksi dan Motivasi Belajar Mengajar, (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 2003), hal 152
[2]  Ondi saondi, Aris Suherman “etika profesi keguruan” ( Refika Aditama : 2010 ) hal. 13