Rabu, 25 Desember 2013

fikih munakahat


HAK DAN KEWAJIBAN SUAMI ISTERI
MAKALAH
Disampaikan dalam Seminar Kelas Mata Kuliah Fikih 2 Semester 3 Fakultas Tarbiyah dan Keguruan

Oleh Kelompok 13
Nirwana Surur (Ketua)
Wahyudin
Mujriah

Dosen Pembimbing
Nur Rahmah Asnani S.pd.I., M.pd.I

FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
PENDIDIKAN AGAMA ISLAM
UIN ALAUDDIN MAKASSAR
2013


























BAB I
PENDAHULUAN
A.   Latar Belakang
Apabila suatu akad nikah telah dilakukan secara sah, maka akad nikah tersebut akan menimbulkan akibat hukum, dengan demikian akan menimbulkan hak dan kewajiban selaku suami isteri. Suami isteri yang menjalankan kewajibannya dan memperhatikan tanggung jawabnya akan mampu mewujudkan ketentraman dan ketenangan hati sehingga sempurnalah kebahagiaan suami isteri tersebut. Suatu akad nikah yang sah akan membentuk suatu rumah tangga atau suatu keluarga kecil. Keluarga kecil ini nantinya akan memperoleh keturunan sehingga berkembang menjadi keluarga yang bertambah besar. Keluarga yang dalam istilah fiqh disebut usratun  atau qarabatun itu harus dibina. Pembinaan keluarga ini menjadi tanggung jawab suami istri.
            Dalam kepengurusan rumah tangga masing-masing suami isteri mempunyai hak dan kewajiban. Hak adalah hak-hak yang melekat pada setiap manusia, yang tanpanya manusia mustahil dapat hidup sebagai manusia. Sedangkan kewajiban berasal dari bahasa arab yaitu wajib, yang berarti sesuatu yang apabila dilaksanakan mendapat pahala dan berdosa jika ditinggalkan. Kewajiban disini selanjutnya ialah sesuatu yang wajib dilakukan oleh seseorang dalam waktu, kondisi, dan keadaan tertentu. Jadi dalam hal hak dan kewajiban suami isteri dapat dipahami bahwa hak suami adalah kewajiban isteri, sedangkan hak isteri adalah kewajiban suami, begitu juga sebalikya dalam hal kewajiban masing-masing suami isteri. Sebagaimana dalam Q.S Al-Baqarah ayat 228 :

à4 £`åkçJs9qãèç/ur ,ymr& £`ÏdÏjŠtÎ/ Îû y7Ï9ºsŒ ÷bÎ) (#ÿrߊ#ur& $[s»n=ô¹Î) 4 £`çlm;ur ã@÷WÏB Ï%©!$# £`ÍköŽn=tã Å$rá÷èpRùQ$$Î/ 4 ÉA$y_Ìh=Ï9ur £`ÍköŽn=tã ×py_uyŠ 3 ª!$#ur îƒÍtã îLìÅ3ym ÇËËÑÈ  
Artinya :
Dan Para wanita mempunyai hak yang seimbang dengan kewajibannya menurut cara yang ma'ruf. Akan tetapi, para suami mempunyai satu tingkatan kelebihan daripada isterinya. Dan Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
B.   Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang kami kemukakan diatas, dapat dirumuskan bahwa :
1.      Bagaimana  hak dan kewajiban Suami?
2.      Bagaimana  hak dan kewajiban Isteri?
3.      Bagaimana hak dan kewajiban bersama suami isteri?
C.   Tujuan dan Manfaat Penulis
1.      Menjelaskan hak dan kewajiban isteri.
2.      Menjelaskan hak dan kewajiban suami.
3.      Mengetahui hak dan kewajiban bersama suami isteri.









BAB II
PEMBAHASAN

Hak suami merupakan kewajiban bagi isteri, sebaliknya kewajiban suami merupakan  hak bagi isteri. Dalam kaitan ini ada tiga hal :
ü  Kewajiban suami terhadap isterinya yang merupakan hak isteri dari suaminya.
ü  Kewajiban isteri terhadap suaminya yang merupakan hak suami dari isterinya
ü  Hak bersama suami isteri.
ü  Kewajiban bersama suami isteri.

A.    Kewajiban Suami terhadap Isteri
Kewajiban suami terhadap isterinya dapat dibagi dalam dua bagian :
1.      Kewajiban yang bersifat materi
a.       Nafkah
Nafkah menurut bahasa adalah keluar dan pergi. Menurut istilah ahli fikih adalah pengeluaran yang harus dikeluarkan oleh orang yang wajib memberi nafkah kepada seseorang, baik berbentuk roti, gula, pakaian, tempat tinggal dan segala sesuatu yang berhubungan dengan keperluan hidup seperti air, minyak, lampu, dan sebagainya. Bila dihubungkan dengan perkawinan mengandung arti sesuatu yang dikeluarkannya dari hartanya untuk kepentingan isterinya sehingga menyebabkan hartanya menjadi berkurang.
Hukum nafkah ini adalah wajib bagi suami terhadap isterinya, ayah terhadap anak-anaknya, atau tuan terhadap budak-budaknya.[1] Sebagaimana dalam Q.S Al-Baqarah: 233

* ßNºt$Î!ºuqø9$#ur z`÷èÅÊöãƒ £`èdy»s9÷rr& Èû÷,s!öqym Èû÷ün=ÏB%x. ( ô`yJÏ9 yŠ#ur& br& ¨LÉêムsptã$|ʧ9$# 4 n?tãur ÏŠqä9öqpRùQ$# ¼ã&s! £`ßgè%øÍ £`åkèEuqó¡Ï.ur Å$rã÷èpRùQ$$Î/ 4 ŸÇËÌÌÈ  

Artinya : “Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para Ibu dengan cara ma'ruf ”.
Berlakunya Kewajiban Nafkah
Kewajiban nafkah dimulai semenjak akad nikah, bukan dari thamkin, baik isteri yang telah melangsungkan akad nikah itu memberi kesempatan kepada suaminya untuk digauli atau tidak. Dasar pemikiran golongan ini ialah ayat-ayat al-qur’an maupun hadits Nabi yang mewajibkan suami membayar nafkah tidak menetapkan waktu.[2]
                        Jumlah Nafkah yang Harus Diterima oleh Isteri
                        Dalam hal ini terdapat tiga pendapat, yaitu:
                  Pertama: Pendapat Imam Ahmad yang mengatakan bahwa yang dijadikan ukuran dalam menetapkan nafkah adalah status sosial ekonomi suami dan isteri secara bersama-sama. Jika keduanya kebetulan status sosial ekonominya berbeda diambil standar menengah diantara keduanya. Yang jadi pertimbangan bagi pendapat ini adalah keluarga itu merupakan gabungan diantara suami dan isteri, oleh karena itu keduanya dijadikan pertimbangan dalam menentukan standar nafkah.
Kedua : Pendapat Imam Abu Hanifah dan Imam Malik yang mengatakan bahwa yang dijadikan standar adalah kebutuhan isteri. Yang menjadi dasar ulama ini adalah sebuah hadits  Nabi dari Aisyah muttafaq alaih yang artinya :

“Hindun binti Utbah Isteri Abu Sofyan menghadap Nabi Saw dan berkata “Abu Sofyan adalah laki-laki yang pelit dia tidak memberi nafkah yang mencukupi untukku dan anak perempuanku, kecuali apa yang aku ambil dari hartanya tanpa sepengetahuannya. Apakah boleh yang demikian?”, Nabi Saw bersabda “ambillah dari hartanya apa yang mencukupi untukmu dan anak perempuanmu”.
Ketiga : Imam al- Syafi’iy dan pengikutnya berpendapat bahwa yang dijadikan standar dalam ukuran nafkah isteri adalah status  sosial dan kemampuan ekonomi suami. Yang dijadikan landasan dikalangan ulama ini adalah firman Allah dam Q.S At-Thalaq ayat 7 :

÷,ÏÿYãÏ9 rèŒ 7pyèy `ÏiB ¾ÏmÏFyèy ( `tBur uÏè% Ïmøn=tã ¼çmè%øÍ ÷,ÏÿYãù=sù !$£JÏB çm9s?#uä ª!$# 4 Ÿw ß#Ïk=s3ムª!$# $²¡øÿtR žwÎ) !$tB $yg8s?#uä 4 ã@yèôfuŠy ª!$# y÷èt/ 9Žô£ãã #ZŽô£ç ÇÐÈ  

Artinya : “Hendaklah orang yang mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. dan orang yang disempitkan rezekinya hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Allah kepadanya. Allah tidak memikulkan beban kepada seseorang melainkan sekedar apa yang Allah berikan kepadanya. Allah kelak akan memberikan kelapangan sesudah kesempitan”.

Dengan demikian, jumlah nafkah itu berbeda menurut tempat, zaman, dan keadaan suami isteri itu sendiri. Yang terbaik
adalah musyawarah antara suami isteri karena merekalah yang akan membina keluarga dengan baik.[3]
Gugurnya Kewajiban Nafkah
a)      Akad nikah mereka ternyata batal.
b)      Isteri nusyuz yaitu isteri tidak lagi melaksanakan kewajiban-kewajibannya sebagai seorang isteri.
c)      Isteri murtad.
d)     Pada waktu akad nikah isteri masih belum baligh dan ia  belum serumah dengan suaminya.
b.      Mahar
2.      Kewajiban yang tidak bersifat materi
a.       Menggauli isterinya secara baik dan patut. Sebagaimana dalam firman Allah Swt dalam surah An-Nisa:19

4 £`èdrçŽÅ°$tãur Å$rã÷èyJø9$$Î/ 4 bÎ*sù £`èdqßJçF÷d̍x. #Ó|¤yèsù br& (#qèdtõ3s? $\«øx© Ÿ@yèøgsur ª!$# ÏmŠÏù #ZŽöyz #ZŽÏWŸ2 ÇÊÒÈ  

Artinya:”Dan pergaulillah dengan mereka secara patut. kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena mungkin kamu tidak menyukai sesuatu, Padahal Allah menjadikan padanya kebaikan yang banyak”.
Yang dimaksud pergaulan disini secara khusus adalah pergaulan suami isteri termasuk hal-hal yang berkenaan dengan pemenuhan kebutuhan seksual. Bentuk  pergaulan yang dikatakan ayat tersebut diistilahkan dengan makruf yang mengandung secara baik. Sedangkan bentuk yang makruf itu tidak dijelaskan Allah secara khusus. Ayat ini juga menjelaskan bahwa suami harus menjaga ucapan dan perbuatannya jangan sampai merusak atau menyakiti perasaan isterinya.
b.      Menjaganya dari segala sesuatu yang mungkin melibatkannya pada suatu perbuatan dosa dan maksiat atau ditimpa oleh sesuatu kesulitan dan bahaya. Sebagaimana dalam surah At-tahrim ayat 6 :

$pkšr'¯»tƒ tûïÏ%©!$# (#qãZtB#uä (#þqè% ö/ä3|¡àÿRr& ö/ä3Î=÷dr&ur #Y$tR   

Artinya :”Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”.
c.       Suami mendatangi isterinya. Terdapat dalam surah Al-Baqarah:222

( #sŒÎ*sù tbö£gsÜs?  Æèdqè?ù'sù ô`ÏB ß]øym ãNä.ttBr& ª!$# ÇËËËÈ    

Artinya : “apabila mereka telah suci, Maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu”.
Sehubungan dengan ayat ini Ibn Hashim berpendapat bahwa suami wajib memberikan nafkah bathin kepada isterinya sekurang-kurangnya satu kali sebulan jika ia mampu. Kalau ia tidak melakukan hal ini berarti ia telah durhaka kepada Allah Swt. Imam Ahmad berpendapat bahwa suami wajib memberikan nafkah bathin kepada isterinya empat bulan sekali ketika suami meninggalkan isterinya batas waktunya paling lama 6 bulan.
Memberikan nafkah bathin kepada isteri termasuk ibadah atau sedekah yang mendapat pahala dari Allah Swt. Sebagaimana hadits Rasulullah Saw yang artinya :

Bagi kamu mendatangi isterimu adalah suatu pahala,lalu para sahabat bertanya: wahai Rasulullah, apakah seseorang diantara kami yang menyalurkan syahwatnya akan mendapatkan pahala? Jawab Rasulullah:bagaimana pendapatmu kalau dia seorang yang menyalurkan syahwatnya pada tempat yang haram.apakah itu merupakan suatu dosa? Betul, jawab sahabat. Begitu pulalah jika ia meletakkan syahwat itu pada tempat yang halal, maka ia akan mendapatkan pahala”.(HR.Muslim)
Oleh karena itu, memberikan nafkah bathin itu merupakan ibadah, maka islam mengatur tata cara dan tata kramanya, antara lain : harus membaca ta’awudz dan basmalah, di tempat yang sunyi dan tertutup, saling hormat menghormati, dan sebagainya.
d.      Suami wajib mewujudkan kehidupan perkawinan yang diharapkan Allah untuk terwujud, yaitu mawaddah, rahmah, dan sakinah. Untuk maksud itu suami wajib memberikan rasa tenang bagi isterinya, memberikan cinta dan kasih sayang kepada isterinya.

B.   Kewajiban Isteri terhadap Suami
1.      Isteri wajib taat kepada suaminya.
Firman Allah Swt dalam Q.S An-nisa ; 34

àM»ysÎ=»¢Á9$$sù ìM»tGÏZ»s% ×M»sàÏÿ»ym É=øtóù=Ïj9 $yJÎ/ xáÏÿym ª!$# 4

Artinya : “Sebab itu Maka wanita yang saleh, ialah yang taat kepada Allah lagi memelihara diri ketika suaminya tidak ada, oleh karena Allah telah memelihara mereka”.
Yang dimaksud taat dalam ayat ini ialah tunduk dan patuh kepada Allah Swt dan kepada suami. Perkataan taat biasanya hanya digunakan kepada Allah, tetapi didalam ayat ini digunakan pula untuk suami. Hal ini menggambarkan bagaimana seharusnya sikap isteri yang baik kepada suaminya. Allah Swt menerangkan, isteri harus berlaku demikian karena suami itu telah memelihara isterinya dengan sungguh-sungguh dalam kehidupan rumah tangganya.
Ayat diatas juga menerangkan,isteri wajib memelihara diri di balik pembelakangan suami terutama jika suami bepergian. Jangan sekali-sekali melakukan perbuatan yang dapat menimbulkan kecurigaan suami, sehingga suami merasa tidak tenang pikiranya dalam bepergian. Tentu saja melakukan perbuatan terlarang tidak saja akan menghancurkan rumah tangga, tetapi juga akan mendapat siksa yang sangat berat dari Allah Swt.
2.      Istri memimpin rumah tangga suaminya
Memimpin tidak saja dengan pengaturan, tetapi juga memimpin sikap dan akhlak anggota keluarga serta melatih diri anggota keluarga sehingga dapat berakhlak seperti akhlak rasulullah Saw.
Sabda Rasulullah Saw yang artinya “isteri itu pemimpin rumah tangga suaminya dan ia diminta Allah atas pertanggungjawaban atas pimpinannya itu”.[4]
3.      Menggauli suaminya secara layak sesuai dengan kodratnya. Hal ini dapat dipahami dari ayat yang menuntut suami menggauli isterinya dengan baik karena perintah untuk menggauli itu berlaku untuk timbal balik.
4.      Memberikan rasa tenang dalam rumah tangga untuk suaminya, dan memberikan rasa cinta dan kasih sayang kepada suaminya dalam batas-batas yang berada dalam kemampuannya.
5.      Menjaga dirinya dan menjaga harta suaminya bila suaminya tidak berada di rumah.
6.      Menjauhkan dirinya dari segala sesuatu perbuatan yang tidak disenangi oleh suaminya.
7.      Menjauhkan dirinya dari memperlihatkan muka yang tidak enak dipandang dan suara yang tidak didengar.

C.   Hak bersama suami isteri
1.      Kehalalan bersenang-senang (bersetubuh)
Masing-masing suami isteri berhak bersenang-senang dengan pasangannya karena memenuhi dorongan fitrah dan mencari keturunan merupakan tujuan yang tinggi dari hubungan ini. Allah berfirman :

tûïÏ%©!$#ur öNèd öNÎgÅ_rãàÿÏ9 tbqÝàÏÿ»ym ÇÎÈ   žwÎ) #n?tã öNÎgÅ_ºurør& ÷rr& $tB ôMs3n=tB öNåkß]»yJ÷ƒr& öNåk¨XÎ*sù çŽöxî šúüÏBqè=tB ÇÏÈ  

Artinya : Dan orang-orang yang menjaga kemaluannya, kecuali terhadap isteri-isteri mereka dan budak yang mereka miliki, maka sesungguhnya mereka dalam hal ini tiada tercela. (Q.S Al-Mu’minun: 5-6)
2.      Timbulnya hubungan suami dengan keluarga isterinya dan sebaliknya hubungan isteri dengan keluarga suaminya, yang disebut hubungan mushaharah.
3.      Hubungan saling mewarisi diantara suami isteri. Setiap pihak berhak mewarisi pihak lain bila terjadi kematian.

D.   Kewajiban  bersama suami isteri
1.      Memelihara dan mendidik anak keturunan yang lahir dari perkawinan tersebut. Baik mengenai pertumbuhan jasmani, rohani, maupun kecerdasan.
2.      Memelihara kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warrahmah.




















BAB III
PENUTUP
Simpulan
a.       Kewajiban suami terhadap isteri dapat dibagi dalam 2 bagian yaitu kewajiban yang bersifat materi dan kewajiban yang tidak bersifat materi. Kewajiban suami terhadap isteri adalah memberikan nafkah dan mahar kepada isteri. Adapun kewajiban yang bersifat non materi adalah menggauli isteri dengan baik dan patuh, menjaganya dari sesuatu perbuatan dosa dan maksiat, memberikan nafkah batin, dan suami mewujdkan suatu perkawinan yang, sakinah, mawaddah, dan warrahmah.
b.      Kewajiban isteri terhadap suami adalah isteri wajib taat kepada suaminya, isteri memimpin rumah tangga suaminya, menggauli suaminya secara layak sesuai dengan kodratnya, memberikan rasa tenang dan rasa kasih sayang untuk suaminya, serta menjaga dirinya dan harta suaminya.
c.       Hak dan kewajiban bersama suami isteri adalah bersetubuh, timbulnya hubungan kekerabatan antara keluarga isteri dan keluarga suami, pihak suami isteri saling mewarisi, mendidik anak, dan memelihara kehidupan rumah tangga yang sakinah, mawaddah, dan warahhmah.






DAFTAR PUSTAKA
Azzam, Muhammad dan Sayyed Hawwas.  2009.  Fiqh Munakahat. Jakarta:          Amzah.
Nur, Djaman.  1993.   Fiqih Munakahat. Cet. I; Semarang: Dina Utama Semarang( DIMAS).
Samin, Sabri dan Narmaya Aroeng.  2010.   Fikih II.  Makassar: Alauddin Press
Syarifuddin, Amir.  2009.  Hukum Perkawinan Islam di Indonesia. Cet. 3; Jakarta; Kencana.





[1] Abdurrahman Al-Jaziri, Al-Fiqh Ala Mazahibi Arba’ah, jus IV, Mesir, 1969, hlm. 553
[2] Amir Syarifuddin, Hukum Perkawinan Islam di Indonesia, ( cet III., Jakarta: 2011), hal. 168
[3] Djamaan Nur, Fiqh Munakahat, (cet I., Semarang: 1993),  hal. 107
[4] Departemen Agama RI, Ilmu Fikih, jilid II, Jakarta 1984/1985, hlm. 164